Bismillah. Mau curhat sebentar nih guys. Tentunya masih
seputar kisah percintaan yang berakhir dengan cerita putus. Gak lama kok, hanya
9 tahun kami berhubungan, entah namanya apa. Saya tidak pantas
menamainya sebagai masa pacaran, anggap saja hubungan kami dekat.
Well, saya kenal dia sejak SMP, saat itu saya kelas VIII dan dia kelas IX. Kisah kedekatan kami bermula saat saya 'jatuh cinta' sama matanya yang sipit. Dia keturunan Tionghoa, pintar, pendiam, tidak nakal, juara kelas, putih, tinggi dan gendut saat itu. Kala itu, dia adalah satu-satunya yang membuat saya jatuh cinta dengan umur yang terbilang masih belum pantas pacaran. Cerita perjuangan biar dia bisa 'nembak' sangat panjang, intinya saya yang mengejarnya sampai 'dapat'.
Well, saya kenal dia sejak SMP, saat itu saya kelas VIII dan dia kelas IX. Kisah kedekatan kami bermula saat saya 'jatuh cinta' sama matanya yang sipit. Dia keturunan Tionghoa, pintar, pendiam, tidak nakal, juara kelas, putih, tinggi dan gendut saat itu. Kala itu, dia adalah satu-satunya yang membuat saya jatuh cinta dengan umur yang terbilang masih belum pantas pacaran. Cerita perjuangan biar dia bisa 'nembak' sangat panjang, intinya saya yang mengejarnya sampai 'dapat'.
Singkat cerita, kami jadian di bulan
Agustus 2008, wow usia saya masih 13 tahun dan mulailah saya berpacaran.
Masih menggunakan handphone jadul (tanpa kamera, tanpa musik), hanya lewat SMS
dan telepon. Nembaknya lewat HP, kami tidak pernah bertemu langsung, hanya
saling mengintip saat apel atau upacara pagi atau sekedar menyapa di kantin.
Awalnya backstreet, namun lama-kelamaan Bapak saya bilang 'Tidak
perlu disembunyikan, ajak dia ke rumah'. Finally, dia ku kenalkan ke
keluargaku, dia diterima baik tapi saat itu dia masih malu-malu, masih kecil
loh HAHAHAHA.
Hubungan kami adem ayem saja,
sayang-sayangan lewat handphone, hal apapun diceritakan. Gak pernah
jalan-jalan sore atau pagi karena saat itu dia belum bisa mengendarai motor,
saya pun tidak berani kalau harus keluar berdua dengan cowok.
Saat lebaran, dia main ke rumah;
saat tahun baru, main ke rumah; saat valentine's day juga main ke rumah;
bahkan saat anniversary pun kami rayakan di rumah. Dia selalu memberi
kado, korban sinetron banget HAHAHAHA. Bapakku sangat welcome sama cowok
yang berani mengenalkan dirinya ke beliau, dan dia adalah cowok pertama yang
bisa menarik perhatian Bapakku, saat itu:')
Begitu terus sampai saat SMA, dia
begitu baik kepadaku. Tapi kami bukan pasangan yang mengumbar kemesraan di
sekolah misal makan bareng di kantin, dibawain bunga ke kelas, atau disamperin
di kelas, GAK PERNAH. Kami hanya diam-diam saja, tapi satu sekolah tau
kayaknya kalau kami pacaran, aneh sih. Tapi.... dia adalah seorang asisten guru
Fisika saat itu, jadi nilaiku selalu aman, kan ada dia yang ngajarin.
Teman-teman kelas selalu iri kalau nilai praktekku tinggi HAHAHAHA
Saya sempat terobsesi untuk menjadi seorang paskibra sekalipun fisik masih kalah saing sama yang lain. Hingga suatu hari iseng-iseng ikut seleksi paskibra se-kabupaten Muna waktu kelas X, bersaing dengan 700-an siswa lainnya, Alhamdulillah lolos. Dan dia juga lolos seleksi, jadi kami bertemu lagi di paskibra. Kulit semakin hitam, rambut yang panjang dipotong hingga bawah telinga, pokoknya saat itu saya makin jelek. Tapi dia masih menganggapku sebagai ceweknya, bahkan dia bilang 'Kamu memang jelek dari dulu, kenapa saya suka sama cewek jelek kayak kamu?!'. Makanya jangan pacaran sama yang jelek kayak saya, Mas L Beberapa orang ketahuan cinlok, dan kami disangka cinlok padahal memang sejak sebelum di paskibra memang sudah pacaran. Dia suka menertawaiku saat dihukum, pasukan 45 memang suka kena hukuman sih, even bukan saya yang salah. Satu salah, satu pasukan di hukum, huft. Kami sempat janjian 'telat' latihan, sampai akhirnya dihukum bersamaan, lari keliling lapangan berdua, romantis ya hmm. Dia bilang 'Mau digendong dek? Masih sanggup?' huhuuu lebai. Sampai malam pengukuhan, hari H dan malam ramah tamah kami masih bersama-sama. Selesai paskibra, saya mulai berhijab, dan alasannya untuk menutupi kulit hitam selama mengikuti paskibra.
Tantangan terbesar adalah saat
pertama LDR, dia kuliah di Makassar sedangkan diriku masih kelas XII. Awalnya
masih rajin komunikasi, tapi lama-kelamaan malah jarang. Karena saat itu saya
terbiasa dengan komunikasi yang sangat jarang, dan saya juga sedang sibuk
mempersiapkan ujian nasional, maka saya tidak terlalu memusingkan hal tersebut,
I enjoyed my school life. Dia juga balik ke Raha saat liburan semester,
main ke rumah buat ngobrol banyak hal. Kami bukan tipikal pasangan yang harus
jalan keluar, atau makan di luar, BUKAN.
Cobaan LDR terbesar adalah saat saya
memilih kuliah di Bandung dibandingkan mengambil kuliah di Makassar (saat itu
saya lulus SNMPTN di Universitas Hasanuddin). Memutuskan kuliah di Bandung
adalah keputusan dari Bapak, beliau tidak mengizinkan kalau saya se-kota dengan
pacar saya, saat itu. Pertama kali saya melihat dia menangis, dia memegang
tanganku, sepertinya dia tidak sanggup kalau harus pisah jauh dari saya. Bahkan
dia tidak mengantarku ke pelabuhan untuk sekedar say goodbye. Saat tiba di
Bandung pun dia masih cuek, masih belum menerima. Berat sekali cerita LDR kami.
Selama kuliah, komunikasi kami
sangaaaaat jarang, bahkan pernah sebulan sekali saya mendengar kabarnya seperti
apa. Saya sempat minta putus, tapi dia tidak mau, oke deh lanjut saja hubungan
LDR yang tak jelas ini. Kami bertemu 2 tahun sekali, karena libur lebaran dia
jarang pulang. Daaann semenjak kuliah panggilan sayang kami berubah, dia tidak
pernah memanggilku 'sayang' tapi 'dek, adik, atau nama biasa'. Dengan kondisi
LDR seperti ini, saya mulai menyibukkan diri dengan kegiatan kampus,
organisasi, kepanitiaan yang hampir tiap hari mengisi waktuku. Sampai saya lupa
kalau saya punya pacar. Banyak hal yang saya pikirkan dan terlalu menyibukkan
diri sehingga istilah pacar itu hilang dari kehidupan saya. Dia wisuda pun,
saya tidak dikabari, hingga muncullah inisiatif untuk mengirim kado dan ucapan
lewat adiknya. Oke fine. Menyibukkan diri dengan kehidupan kampus adalah
pilihan yang tepat untuk melupakan pacar, i enjoyed my campus life.
Saat saya lulus kuliah, saya mulai
galau. Rasanya ingin nikah saja HAHAHAHA. Alhamdulillah cuma beberapa hari
nganggur, saya langsung diterima kerja di sebuah perusahaan swasta di Bandung,
fokus saya langsung pindah ke kerjaan bukan ke urusan nikah lagi hehe. Hanya
bertahan 6 bulan, saya langsung memutuskan resign dan memulai kerja di
Kendari. Saat saya balik ke Sulawesi, ternyata dia malah kerja di Jawa,
haruskah LDR lagi? Sangat sedih.
Dia berusaha untuk kerja di
perusahaan tambang, karena memang dia lulusan jurusan Pertambangan. Sudah
diterima kerja di Tinanggea (masih daerah Sulawesi Tenggara juga) tapi jauh
dari Kendari. Di situ saya sangat antusias untuk bertemu, bahkan sangat
semangat menyelesaikan pekerjaan kantor untuk bertemu dia. Kami pun janjian di
sebuah mall untuk sekedar nonton. Saat itu kami tidak berdua saja, dia
membawa temannya dan ada Lisna adikku yang juga ikut. Di situ saya melihat
sikapnya sangat beda, acuh dan tidak peduli kepadaku. Saya tetap mengajaknya
ngobrol tapi responnya datar. Ini adalah moment pertama kami nonton
bioskop bersama, dia memilih ngobrol dengan temannya dibanding denganku. Saya
pun mengajak Lisna ngobrol tentang film yang saat itu sedang ditonton. Yang
awalnya saya semangat, jadi sedih karena sikapnya yang berubah. Saya hanya
terdiam. Ini pertemuan yang tidak ku inginkan.
Tidak bertahan lama di Tinanggea,
dia pun balik ke Jawa, secara diam-diam. Mungkin dia butuh privasi dan saya
bukan orang penting untuk diceritakan. Saya pun kecewa. Saat mamanya sakit, dia
sempat ke Raha, dan saat dia di Kendari, dia tidak mengabariku, betapa sakit
hati saya saat itu. Saya mulai menyusun kalimat untuk putus, namun dia
melarang untuk putus. Saya masih beri kesempatan tapi tidak ada perubahan.
Almost sebulan tidak ada kabar, dia pun meneleponku. Dengan tidak
tertahankan, saya mengeluarkan semua uneg-uneg, saya menangis, dan saya minta
untuk putus. Awalnya belum menerima dan sepertinya dia sangat tersakiti, dia update
di mana-mana kalau dia sedang terluka pasca saya putuskan. Dan akhirnya semua
terkesan biasa saja. Akhir Desember 2017, kami pun putus.
We can't guarantee a relationship, kami hanya berusaha. Dan memang sebaiknya kami berhenti
untuk yang lebih baik. Jika memang berjodoh, maka akan dipertemukan. Pun
sebaliknya, jika tidak maka itu bukan rejeki kami.
Thanks for reading this story, kami sudah menjalani hidup masing-masing dengan bahagia.
Saya sibuk dengan kerjaan, dia pun 'mungkin' seperti itu.
Jangan lupa bersyukur, dan jangan
pacaran lama ya.... Kalau ada yang serius, langsung nikah saja, luvđź’•
Jazakumullah khoir,
syukron đź’•