Bismillah.
Hari itu (10 Juli 2018), adik saya sedang diuji karena kecelakaan tunggal saat
hendak menjemput kakak. Kali ini, saya akan berbagi cerita tentang perasaan dan apa yang
kami alami hari ini. Adik yang kecelakaan namanya Yustin, anak ke-4 dan saat
ini masih berkuliah di salah satu Universitas Negeri di Kendari. Jangan
dianggap lebay atau bawa perasaan ya, ini hanya ungkapan seorang kakak yang
mencoba menyelesaikan masalah yang belum pernah dialami sebelumnya. Selamat
menyimak.
Setelah
sholat subuh, saya segera keluar dan beranjak ke kamar sebelah (saya dan Yustin
beda kamar), untuk membuat sarapan (nasi goreng dan ikan goreng). Saat Yustin
membuka kamar, dia sudah bersiap untuk menjemput kakakku (Chily) yang menginap
di rumah temannya. Biasanya kakakku selalu dijemput tiap pagi. Tapi kali ini
saya melihat Yustin yang baru bangun dan mukanya masih mengantuk untuk
seseorang yang akan mengendarai motor. Saya sempat tegur.
➤ Fera: Yus,
mau ke mana? Itu muka masih mengantuk ih.
➤ Yustin:
Disuruh jemput Chily
➤ Fera:
Puasa atau tidak? Kalau tidak, sarapan dulu.
➤ Yustin:
Tidak tau ini, saya tidak sahur (lalu pergi begitu saja).
Saya
tetap melanjutkan aktivitas untuk membuat sarapan. Sarapan sudah beres, buat
susu hangat, lanjut beres-beres kamar. Setelah itu saya istrahat di kamar dan rencananya
akan bersiap mandi, tapi main gadget dulu hehe.
Tidak
lama kemudian, saya mendengar suara orang menangis tapi saya tidak terlalu
hirau. Tiba-tiba Yustin muncul membuka pintu kamarku sambil menangis.
➤ Yustin: Feraa
saya habis kecelakaan (matanya merah, menangis terisak-isak, pipinya penuh air
mata).
➤ Fera:
Astaghfirullah, mana yang lecet?
➤ Yustin: Ini hee
kos kakiku penuh darah (sambil menghapus air mata dengan bibir monyongnya huhu)
➤ Fera: Sini
kita ke kamar, pelan-pelan jalan. Saya liat dulu lukanya.
Yustin
segera mengganti gamis dan mengganti jilbab besarnya, hmm masih menangis
tentunya. Pelan-pelan saya buka kaos kakinya yang penuh darah, dengan penuh
keberanian saya melihat lukanya. Tidak ada rasa ngeri atau jijik dengan luka
tersebut, seketika saya berani untuk melihatnya. Di kamar, ada kakakku juga.
Adikku kecelakaan sebelum menjemput kakak, tapi dia tetap menyempatkan diri
menjemputnya sedangkan kakinya sudah berdarah. Masyaallah Yustin. Kemudian,
saya membantu kakakku membersihkan lukanya. Kata kakakku, sepertinya tidak
perlu dijahit, cukup diperban saja. Tapi saya bersikeras, lukanya harus
dijahit. Saya yang akan membawanya ke Puskesmas terdekat. Yustin masih
terbaring tapi tetap kesakitan huft dan saya pun bergegas mandi, pakaian,
Dhuha.
Sekitar
pukul 08.30, saya dan Yustin menuju Puskesmas Poasia dengan menggunakan Gr*b.
Sudah izin terlebih dahulu ke kantor kalau hari itu telat datang. Well, setiba
di Puskesmas, tanpa menunggu antrian, kami langsung ke IGD dan Alhamdulillah
ditangani dengan cepat. Pegawai Puskesmas, perawat bahkan anak PKL-nya ramah.
Adikku mulai berbaring sambil sarapan. Sempat minta diantar pipis juga, anak
ini benar-benar lucu, minta ditopang gitu, padahal udah tau kakaknya ini kecil.
Setelah dari toilet, barulah adikku mulai dieksekusi lukanya.
Saya
diperbolehkan melihat langsung bahkan mengambil gambar, oke deh. Dengan kondisi
baring telungkup, adikku mulai cemas. Saat lukanya sedang dibersihkan, Yustin
teriak. Duh, dibersihkan saja sudah teriak begini, bagaimana kalau disuntik.
Adikku lumayan cerewet, sampai akhirnya diinjeksi alias suntik keram. Menangis
sambil teriak, saya cuma usap-usap kepalanya, mencoba menenangkan. Saking masih
merasakan sakit, 3 botol injeksi pun ditancapkan ke lukanya. Dia terus
beristighfar, menangis terisak-isak, dan sempat panggil 'Mama'.
➤ Yustin: Sudah
dijahitkah? Kenapa lama sekali.
➤ Fera: Belum,
baru selesai disuntik keram.
➤ Yustin: ihhh
lamanya.
➤ Fera: Sabar,
biar tidak sakit pas dijahit kan harus disuntik keram dulu.
➤ Yustin: Saya
takut, bagaimana dengan shalatku? Bagaimana dengan puasaku besok? Masih ada
kegiatanku.
➤ Fera: Ya, kan
bisa tayamum, bisa sholat duduk, bisa ditunda dulu kegiatanmu. Diam saja,
jangan tegang biar cepat beres.
Saya
menyaksikan langsung proses jahit lukanya, walaupun sesekali saya menolehkan
kepala karena tidak tega. Akhirnya beres juga, 3 jahitan dalam dan 9 jahitan
luar, total 12 jahitan. Mulai diperban, Yustin sudah bisa berbalik badan yang
awalnya telungkup.
Pegawai
pegawai Puskesmas meminta data adikku. Kami disarankan menggunakan BPJS tapi
saya menolak, alasannya urusan BPJS harus lapor dan diurus oleh orang tua dan
saat kejadian ink kami sembunyikan alias tanpa sepengetahuan orang tua. Saya
pun membayar normal (umum) untuk semua biayanya, lumayan sih. Adikku sempat
mengeluarkan uangnya tapi saya tolak juga, ini anak kenapa sih gak percaya sama
kakaknya atau gimana deh-_-. Setelah semua beres, Yustin memesan Gr*b untuk
pulang ke kosan.
Baru saja
masuk ke mobil, adikku Erni yang lagi di Makassar tiba-tiba menelpon.
➤ Erni: Fera,
Mama mau bicara.
➤ Mama: Fera,
bagaimana kondisimu? Sudah baikankah badanmu, Nak?
➤ Fera: Iya,
Ma. Alhamdulillah sehat-sehat, tapi belum puasa hari ini.
➤ Mama: Kenapa
suaramu serak, Nak? Menangiskah? Ini perasaan Mama tidak enak sekali, kalian
baik-baik toh? Jaga adikmu di situ.
➤ Fera: Oh ini
Ma, suaraku serak karena habis flu kemarin. Iya, Ma. Saya jaga baik-baik ini,
insyaallah.
➤ Mama: Kamu di
manakah, Nak?
➤ Fera: Sudah
dulu Ma, saya lagi ada urusan. (Matikan telepon, air mata hampir jatuh. Antara
kaget, takut dan sedih karena Mama pun merasakan hal yang tidak baik saat itu,
makin berat beban saya. Berbohong dan menutupi semuanya).
Setelah
beres telponan, saya membantu adikku berjalan dengan menopangnya. Naik tangga
pelan-pelan, dan akhirnya sampai di kamar. Dia mulai berbaring, sambil
istirahat, sepertinya dia mengantuk. Sedangkan saya mengambil tas dan bersiap
ke kantor. Sebelum ke kantor, saya peringatkan Yustin untuk tidak banyak gerak,
makan ontime dan minum obat yang diberikan tadi. Lalu saya pergi ke kantor
seperti biasa dengan menggunakan angkot. Hatiku masih cemas, tapi selalu
istighfar dan berharap semua akan baik-baik saja.
Sepulang
dari kantor, saya sempatkan membeli cemilan yang banyak kesukaan adikku Yustin,
sekalian membelikan cemilan untuk adikku Adan karena malam itu saya akan
menengok Adan di pesantren. Setiba di kosan, ternyata Yustin banyak cemilan,
beberapa temannya datang berkunjung. Alhamdulillah dia masih tersenyum, masih
ketawa bahkan sempat saya ajak bercanda. Uhh adikku yang rajin, tiba-tiba terbaring gak ngapa-ngapain
rasanya aneh sekali hahahaha.
Mungkin
sampai Mamaku balik ke Kendari, kejadian ini akan kami ceritakan ke beliau.
Biarkanlah Mamaku fokus untuk mendampingi Erni yang sedang tes di Makassar.
Inilah cara mandiri yang selalu saya terapkan saat masih di Bandung dulu, tidak
ada sakit yang boleh diketahui oleh orang tua. Maafkan kami, Ma.
Semoga
hikmah dibalik kecelakaan ini bisa diambil, salah satunya saat kita baru bangun
sebaiknya duduk sejenak, minum segelas air putih, tenangkan pikiran dan boleh
melakukan aktivitas.
Bagi
teman-teman yang sempat membaca blog ini mohon doa untuk kesembuhan adik saya,
Yustin. Dan mohon doa juga agar saya tidak dimarahi oleh Mama, Bapak dan
keluarga lainnya karena menyembunyikan kejadian ini. Syukron jazakumullahu khairon
đź’•
Tidak ada komentar:
Posting Komentar