Rabu, Juli 11, 2018

Adik Kecelakaan, Kakaknya Yang Greget


Bismillah. Hari itu (10 Juli 2018), adik saya sedang diuji karena kecelakaan tunggal saat hendak menjemput kakak. Kali ini, saya akan berbagi cerita tentang perasaan dan apa yang kami alami hari ini. Adik yang kecelakaan namanya Yustin, anak ke-4 dan saat ini masih berkuliah di salah satu Universitas Negeri di Kendari. Jangan dianggap lebay atau bawa perasaan ya, ini hanya ungkapan seorang kakak yang mencoba menyelesaikan masalah yang belum pernah dialami sebelumnya. Selamat menyimak.
Setelah sholat subuh, saya segera keluar dan beranjak ke kamar sebelah (saya dan Yustin beda kamar), untuk membuat sarapan (nasi goreng dan ikan goreng). Saat Yustin membuka kamar, dia sudah bersiap untuk menjemput kakakku (Chily) yang menginap di rumah temannya. Biasanya kakakku selalu dijemput tiap pagi. Tapi kali ini saya melihat Yustin yang baru bangun dan mukanya masih mengantuk untuk seseorang yang akan mengendarai motor. Saya sempat tegur. 
➤ Fera: Yus, mau ke mana? Itu muka masih mengantuk ih.
Yustin: Disuruh jemput Chily
Fera: Puasa atau tidak? Kalau tidak, sarapan dulu.
Yustin: Tidak tau ini, saya tidak sahur (lalu pergi begitu saja).
Saya tetap melanjutkan aktivitas untuk membuat sarapan. Sarapan sudah beres, buat susu hangat, lanjut beres-beres kamar. Setelah itu saya istrahat di kamar dan rencananya akan bersiap mandi, tapi main gadget dulu hehe.
Tidak lama kemudian, saya mendengar suara orang menangis tapi saya tidak terlalu hirau. Tiba-tiba Yustin muncul membuka pintu kamarku sambil menangis.
Yustin: Feraa saya habis kecelakaan (matanya merah, menangis terisak-isak, pipinya penuh air mata).
Fera: Astaghfirullah, mana yang lecet?
Yustin: Ini hee kos kakiku penuh darah (sambil menghapus air mata dengan bibir monyongnya huhu)
Fera: Sini kita ke kamar, pelan-pelan jalan. Saya liat dulu lukanya.
Yustin segera mengganti gamis dan mengganti jilbab besarnya, hmm masih menangis tentunya. Pelan-pelan saya buka kaos kakinya yang penuh darah, dengan penuh keberanian saya melihat lukanya. Tidak ada rasa ngeri atau jijik dengan luka tersebut, seketika saya berani untuk melihatnya. Di kamar, ada kakakku juga. Adikku kecelakaan sebelum menjemput kakak, tapi dia tetap menyempatkan diri menjemputnya sedangkan kakinya sudah berdarah. Masyaallah Yustin. Kemudian, saya membantu kakakku membersihkan lukanya. Kata kakakku, sepertinya tidak perlu dijahit, cukup diperban saja. Tapi saya bersikeras, lukanya harus dijahit. Saya yang akan membawanya ke Puskesmas terdekat. Yustin masih terbaring tapi tetap kesakitan huft dan saya pun bergegas mandi, pakaian, Dhuha.
Sekitar pukul 08.30, saya dan Yustin menuju Puskesmas Poasia dengan menggunakan Gr*b. Sudah izin terlebih dahulu ke kantor kalau hari itu telat datang. Well, setiba di Puskesmas, tanpa menunggu antrian, kami langsung ke IGD dan Alhamdulillah ditangani dengan cepat. Pegawai Puskesmas, perawat bahkan anak PKL-nya ramah. Adikku mulai berbaring sambil sarapan. Sempat minta diantar pipis juga, anak ini benar-benar lucu, minta ditopang gitu, padahal udah tau kakaknya ini kecil. Setelah dari toilet, barulah adikku mulai dieksekusi lukanya.
Saya diperbolehkan melihat langsung bahkan mengambil gambar, oke deh. Dengan kondisi baring telungkup, adikku mulai cemas. Saat lukanya sedang dibersihkan, Yustin teriak. Duh, dibersihkan saja sudah teriak begini, bagaimana kalau disuntik. Adikku lumayan cerewet, sampai akhirnya diinjeksi alias suntik keram. Menangis sambil teriak, saya cuma usap-usap kepalanya, mencoba menenangkan. Saking masih merasakan sakit, 3 botol injeksi pun ditancapkan ke lukanya. Dia terus beristighfar, menangis terisak-isak, dan sempat panggil 'Mama'.

Saat lukanya dibersihkan 
Yustin: Sudah dijahitkah? Kenapa lama sekali.
Fera: Belum, baru selesai disuntik keram.
Yustin: ihhh lamanya.
Fera: Sabar, biar tidak sakit pas dijahit kan harus disuntik keram dulu.
Yustin: Saya takut, bagaimana dengan shalatku? Bagaimana dengan puasaku besok? Masih ada kegiatanku.
Fera: Ya, kan bisa tayamum, bisa sholat duduk, bisa ditunda dulu kegiatanmu. Diam saja, jangan tegang biar cepat beres.
Saya menyaksikan langsung proses jahit lukanya, walaupun sesekali saya menolehkan kepala karena tidak tega. Akhirnya beres juga, 3 jahitan dalam dan 9 jahitan luar, total 12 jahitan. Mulai diperban, Yustin sudah bisa berbalik badan yang awalnya telungkup.

12 jahitan luka, huft .
Pegawai pegawai Puskesmas meminta data adikku. Kami disarankan menggunakan BPJS tapi saya menolak, alasannya urusan BPJS harus lapor dan diurus oleh orang tua dan saat kejadian ink kami sembunyikan alias tanpa sepengetahuan orang tua. Saya pun membayar normal (umum) untuk semua biayanya, lumayan sih. Adikku sempat mengeluarkan uangnya tapi saya tolak juga, ini anak kenapa sih gak percaya sama kakaknya atau gimana deh-_-. Setelah semua beres, Yustin memesan Gr*b untuk pulang ke kosan.
Baru saja masuk ke mobil, adikku Erni yang lagi di Makassar tiba-tiba menelpon.
Erni: Fera, Mama mau bicara.
Mama: Fera, bagaimana kondisimu? Sudah baikankah badanmu, Nak?
Fera: Iya, Ma. Alhamdulillah sehat-sehat, tapi belum puasa hari ini.
Mama: Kenapa suaramu serak, Nak? Menangiskah? Ini perasaan Mama tidak enak sekali, kalian baik-baik toh? Jaga adikmu di situ.
Fera: Oh ini Ma, suaraku serak karena habis flu kemarin. Iya, Ma. Saya jaga baik-baik ini, insyaallah.
Mama: Kamu di manakah, Nak?
Fera: Sudah dulu Ma, saya lagi ada urusan. (Matikan telepon, air mata hampir jatuh. Antara kaget, takut dan sedih karena Mama pun merasakan hal yang tidak baik saat itu, makin berat beban saya. Berbohong dan menutupi semuanya).
Setelah beres telponan, saya membantu adikku berjalan dengan menopangnya. Naik tangga pelan-pelan, dan akhirnya sampai di kamar. Dia mulai berbaring, sambil istirahat, sepertinya dia mengantuk. Sedangkan saya mengambil tas dan bersiap ke kantor. Sebelum ke kantor, saya peringatkan Yustin untuk tidak banyak gerak, makan ontime dan minum obat yang diberikan tadi. Lalu saya pergi ke kantor seperti biasa dengan menggunakan angkot. Hatiku masih cemas, tapi selalu istighfar dan berharap semua akan baik-baik saja.
Sepulang dari kantor, saya sempatkan membeli cemilan yang banyak kesukaan adikku Yustin, sekalian membelikan cemilan untuk adikku Adan karena malam itu saya akan menengok Adan di pesantren. Setiba di kosan, ternyata Yustin banyak cemilan, beberapa temannya datang berkunjung. Alhamdulillah dia masih tersenyum, masih ketawa bahkan sempat saya ajak bercanda. Uhh adikku yang  rajin, tiba-tiba terbaring gak ngapa-ngapain rasanya aneh sekali hahahaha.
Mungkin sampai Mamaku balik ke Kendari, kejadian ini akan kami ceritakan ke beliau. Biarkanlah Mamaku fokus untuk mendampingi Erni yang sedang tes di Makassar. Inilah cara mandiri yang selalu saya terapkan saat masih di Bandung dulu, tidak ada sakit yang boleh diketahui oleh orang tua. Maafkan kami, Ma.
Semoga hikmah dibalik kecelakaan ini bisa diambil, salah satunya saat kita baru bangun sebaiknya duduk sejenak, minum segelas air putih, tenangkan pikiran dan boleh melakukan aktivitas.
Bagi teman-teman yang sempat membaca blog ini mohon doa untuk kesembuhan adik saya, Yustin. Dan mohon doa juga agar saya tidak dimarahi oleh Mama, Bapak dan keluarga lainnya karena menyembunyikan kejadian ini. Syukron jazakumullahu khairon đź’•
© WAFER | Blogger Template by Enny Law