Rabu, Februari 12, 2020

Quarter Life Crisis?

Bismillah....

Di sebuah perkampungan yang tak jauh dari pusat kota, telah lahir anak kedua dari pasangan suami istri pada bulan Ramadhan. Sembari menunggu proses kelahiran, Bapak anak tersebut sedang sibuk belajar untuk mengikuti sebuah ujian. Bayi itu menerima gendongan pertama yang mengagetkan kedua orang tuanya, karena saat itu ia lahir dengan kondisi penuh rambut dan penuh tangis. Hari ini bayi tersebut telah berumur 25 tahun, 12 Februari. Banyak yang telah dilewati dalam kehidupannya: bahagia, sedih, susah, nano-nano kalau kata orang-orang. Anak itu adalah aku, Fera.

Nama Fera berasal dari bulan FEbruari dan RAmadhan, selebihnya itu ditambah gelar bangsawan dari orang tua dan nama kampung. Nama yang diberikan oleh Bapakku dengan penuh pertimbangan, berharap aku tumbuh dan menjadi anak yang berguna bagi keluarga dan masyarakat. Hmm random saja ya ceritaku. Aku menghabiskan masa kecilku di kampung tempat lahirku yang tak jauh dari Kota. Namun, setelah adikku lahir, Bapak memutuskan untuk hijrah ke Kota. Alhasil, 3 orang anaknya lahir di kampung dan 3 orang anaknya lagi lahir di Kota. Saat itu aku masih ingat, aku termasuk anak yang menggemaskan karena badanku tumbuh subur, mataku terlihat sipit hingga dikatakan mirip orang Cina (kok sekarang malah gede banget ya mataku?!), dan aku juga terlihat seperti anak laki-laki karena berambut pendek.

Awal tinggal di Raha, kondisi rumahku sangat sederhana, mungkin kalian bisa bayangkan rumah papan dan panggung, dengan halaman yang sangat luas dipenuhi berbagai tanaman. Di sinilah arenaku bermain, berlari ke sana ke mari, bebas makan buah apa saja, bisa memanjat sana-sini, ada jungkat-jungkit juga ada beberapa ayunan yang dibuat khusus oleh Bapakku. Perlahan-lahan Bapak mulai membangun rumah baru yang luas dan bertingkat, beberapa pohon ditebang dan halaman semakin sempit. Setiap saat aku bertemu dengan tukang yang bekerja di rumah, mereka bercanda denganku juga saudara-saudaraku. Tidak jarang aku membantu para tukang walaupun hanya mengangkat batu kecil dan menghambur peralatan mereka karena aku selalu bertanya nama masing-masing alat tersebut.

Dimulai dengan Taman Kanak-kanak (TK) di Raha, aku mengikuti jejak kakakku untuk bersekolah di TK yang tak jauh dari rumah. Setiap pagi aku diantar oleh Bapak, dengan jalan kaki atau digendong. Membawa bekal yang disiapkan Mama, membawa peralatan gambar dan alat tulis. Setiap pulang TK, aku selalu mengumpulkan gambar hasil karyaku di suatu tempat. Mulai dari TK pula aku belajar menabung, selain menabung di sekolah, aku pun punya tabungan sendiri yang ku simpan di kamar Mama. Rasanya menyenangkan bisa menabung seperti ini. Alhamdulillah kebiasaan ini masih berlangsung hingga sekarangsekarang, tapi tabungannya bukan di kamar Mama lagi ya hehe.

Saat di sekolah dasar (SD) , aku termasuk anak yang berprestasi Alhamdulillah. Banyak hal menarik di SD, mulai dari hobiku yang suka senam jasmani (ikut jejak Bapak), berteman dengan laki-laki, bermusuhan di mana-mana, hingga berkelahi dengan teman. Sekarang? Tenang saja, aku adalah wanita yang kalem dan tidak suka berbuat kegaduhan. Aku juga suka mengoleksi beberapa barang saat SD misalnya parfum Disney yang harganya murahan kok, mengoleksi binder, juga mengoleksi lirik lagu (aku rajin menulis lirik-lirik lagu yang ku dengarkan sendiri lewat radio atau televisi), mulai mengoleksi perhiasan rambut, tetapi aku tidak mengoleksi pakaian karena aku belum tahu perkembangan jadi pakai sesuai yang dibelikan Mama atau Bapak. Dari SD juga aku sudah mulai membeli barang sendiri, saat itu pertama kali membeli lemari plastik yang harga 250K dari hasil menabung, karena aku sudah diberikan kamar baru.

Di awal SMP, aku kehilangan seseorang yang aku sayangi, beliau adalah Nenek dari Bapak. Nenek yang menemani kami dari anak pertama hingga terakhir, Alhamdulillah. Beliau sakit stroke saat aku masih kelas 6 SD. Fera sayang sama Nenek dan selalu berdoa buat Nenek. Semoga Almarhumah selalu mendapat kebaikan di sisi Allah, aamiin. Pada masa SMP ini, aku mulai memakai handphone bekas kakakku karena dia sudah punya yang lebih baru. Tapi seiring berjalannya waktu, aku mulai beli handphone baru yang lebih bagus dengan menggunakan yang tabunganku sendiri, kalau gak salah harganya 1,8 jutaan, Nokia Express Music hehe. Saat itu juga aku membeli spring bed baru dengan menggunakan uangku sendiri, harganya 1 jutaan. Alhamdulillah ya. Kelas 2 SMP, aku mulai mengenal pacaran, berpacaran dengan kakak kelas yang aku kejar selama beberapa bulan (dengan cara halus, mungkin sampai sekarang dia gak tau pengorbananku). Iyap, sejak 2008 kami mulai berpacaran, inilah pacar pertamaku yang langsung ku kenalkan ke orang tuaku dan ternyata orang tuaku senang mengenalnya. Hubungan yang langgeng hingga aku mulai bekerja di Kendari, 9 tahun lamanya. Tentu ada lika-liku saat berpacaran, apalagi dengan usia masih muda di 2008.

Memasuki masa SMA, aku masih berhubungan dengan pacarku dulu. Dia sangat baik padaku, mengantarku pulang kadang-kadang sih. Tidak jarang juga aku bermain nakal di belakangnya dengan mendekati laki-laki lain walaupun hanya bercanda. Aku mulai mengenal organisasi di SMA, menjadi anggota OSIS, beberapa kali  mengikuti kegiatan dan kepanitiaan, seru rasanya. Hubungan LDR (Long Distance Relationship) dengan pacarku dulu juga terjadi saat aku masih SMA, aku di Raha dan dia di Makassar, sedih juga sih. Walaupun di Raha jarang bertemu tapi kondisi saat LDR juga sangat berbeda, rasanya jauh sekali. Tapi aku punya pelampiasan lain, karena aku juga berteman dengan beberapa laki-laki, entah itu teman kelas atau teman di OSIS, jadi aku tidak kesepian untuk sekedar mengisi hari-hariku. Aku pun punya sahabat yang setia bersamaku, mulai dari kerja tugas bersama, ghibah sampai jalan bersama, tapi saat ini kami semua sudah saling berjauhan juga tetap berkomunikasi dan saling mendoakan tentunya. Di tahun terakhir SMA, kami dibuat galau dengan pemilihan universitas. Dan saat itu aku memilih Universitas Hasanuddin sembari melakukan tes online di Telkom University. Alhasil aku lulus di kedua Universitas tersebut. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya aku memilih melanjutkan kuliah di Telkom University, ya di Bandung.

Merasakan dunia perkuliahan dan jauh dengan orang tua menjadikanku lebih kuat dan mandiri. Belajar merasakan LDR dengan keluarga, Raha-Bandung. Mempersiapkan kebutuhan untuk perkuliahan, banyak banget dan riweuh. Aku membeli laptop dengan menggunakan uang sendiri saat awal kuliah, harganya 4 jutaan dan juga membeli smartphone baru. Alhamdulillah masih bisa membeli dari hasil tabungan. Aku menjalani perkuliahan dengan baik, ikut di berbagai organisasi, kegiatan-kegiatan, dan berbagai hal yang bermanfaat. Aku juga sibuk mencari uang jajan sendiri, dengan berjualan tiket pesawat, dengan mempromosikan usaha sablon seniorku, dengan menjual makanan dan lain sebagainya. Ada beberapa kegiatan kampus yang menambah uang jajanku sehari-hari Alhamdulillah. Saat itu aku masih menjalani LDR, dan aku bahkan lupa kalau aku sedang menjalani hubungan berpacaran hehe lucu ya. Alhamdulillah, aku lulus dengan predikat yang baik (cumlaude) dengan IPK yang baik dan bisa membanggakan Mama dan Bapak saat menghadiri wisudaku. Mereka sempat kaget, begitu banyak pemberian hadiah dari teman-temanku, dan tentunya kedua orang tuaku turut bahagia.

Sebelum wisuda, aku sudah diterima kerja di salah satu perusahaan swasta di bidang finance. Bisa di bilang aku belum minat di pekerjaan tersebut. Selama kurang lebih  4 bulan bekerja di sana, aku mulai pindah kerja di salah satu bank swasta. Tapi selama bekerja di Bandung, aku selalu sakit, hampir setiap bulan aku harus injeksi dan konsumsi obat. Terlebih lagi tersisa aku sendirian di Bandung, teman-teman seperjuanganku sudah kembali ke Raha. Jika dibandingkan saat kuliah, kerja lebih melelahkan. Akhirnya aku meminta bantuan kakakku untuk mencarikan pekerjaan di Kendari. Alhamdulillah, aku bisa mengikuti tes dan aku lulus untuk bekerja di Kendari. Hijrah ke Kendari menjadikan ku lebih bahagia, karena di sini banyak sisters yang menemani. Bahkan aku jarang sakit, dan paling hanya sesekali kelelahan. Aku mengalami patah hati dan memutuskan untuk mengakhiri hubungan pacaran, setelah bertahun-tahun menjalani masa pacaran. Tetapi kami harus putus dan Alhamdulillah masih bisa berkomunikasi dengan baik, dia tetap baik padaku.

Selain bekerja, aku juga mulai mengikuti Tarbiyah. Alhamdulillah di sini aku merasa nyaman dan mendapatkan ilmu yang tiada henti. InsyaAllah akan aku jalani terus menerus. Semenjak putus, aku mulai dekat dengan beberapa orang. Tapi masih ku anggap sebagai teman biasa. Walaupun  hanya berteman, aku terkadang merasa baper dan merasa sakit hati. Hingga akhirnya ada seseorang yang membuat hatiku patah, dan aku hampir menyerah dengan kondisi yang tak baik ini. Saat ini juga aku masih menjalani self healing untuk mengobati segala rasa sakit, baik raga maupun hati dan pikiran. Alhamdulillah hingga sekarang masih merasakan kesendirian yang semoga bisa dipertemukan dengan seseorang yang benar-benar tulus mencintai dan menyayangiku karena Allah SWT.

Di usia yang memasuki quarter life crisis ini, aku berharap akan semakin banyak yang mengenalku dari kebaikan yang aku bagi, bukan dari kesalahan yang pernah ku lakukan. Jika di hari-hari kemarin belum terlalu kuat, maka mulai saat ini berusahalah untuk tetap kuat di atas kaki sendiri. Terus mengejar ilmu agama sebagai bekal, dan terus beristighfar karena telah banyak kesalahan yang ku lakukan di hari-hari kemarin. Selalu berikhtiar bahwa segala sesuatu yang akan kita raih tentunya harus dengan usaha yang besar. Aku pun tak lupa meminta maaf kepada semua orang yang pernah aku sakiti, dan InsyaAllah sudah memaafkan yang menyakitiku. Laa tahzan innallaha ma'ana, and keep hamasah💕  Welcome 25🎉

Hello 25 :')

Sabtu, Februari 01, 2020

Bangga Dengan Peringkat Satu?

Bismillah💙

Seorang anak sekolah dasar (SD) terlihat lebih rajin dari teman-temannya yang lain. Menghabiskan jam istrahat siang dengan belajar, waktu bermainnya kurang dinikmati bahkan badannya sudah tak segemuk saat TK. Yang dilakukan tidak lain dan tidak bukan karena ingin mendapatkan predikat juara 1 di kelas dan mempertahankannya hingga lulus. Yup, itulah aku.

Menjalani sekolah dasar di sekolah yang katanya satu-satunya SD yang berada di dalam hutan, padahal sih bukan hutan tapi memang di sekitar situ masih banyak pohon di tengah pemukiman warga. Saat pertama kali masuk SD, aku ingat sekali saat itu aku tidak mau mengenakan pakaian seragam dan justru ke sekolah dengan pakaian biasa, lucu ya. Tapi mamaku bilang, aku gak diizinkan masuk kelas kalau masih menggunakan pakaian biasa dan hari itu juga aku pulang ganti seragam. Awalnya saja sudah unik, kehidupan SD juga lebih seru dan I enjoyed it so much.

Sejak kecil aku terlihat tomboy dan banyak bergaul dengan laki-laki. Tapi aku tidak mau berteman dengan satu orang laki-laki yang saat itu manjadi saingan berat di kelas. Sekarang justru kami terlihat dekat (sebagai teman ya), karena dia juga sudah menikah dengan sepupuku, wah. Sejak kelas 1 hingga kelas VI, kami tidak saling bertegur sapa, tetapi saat ujian akhir nasional dia mulai menegurku. Mungkin dia melihatku kesusahan menjawab soal, dan menawarkan untuk menukar lembar jawaban yeah. Dari situlah kami mulai saling bertegur. SMP hingga SMA dan bahkan saat dia sudah jadi polisi, kami selalu saling berkomunikasi. Dan sekarang sudah seperti saudara, tak jarang dia mengejekku 'Kapan nikah?' hahaha mentang-mentang dia sudah nikah ya jadi masih saja suka mengejek huuu.


Saat kelulusan SD, saya juga masih terlihat unggul dibandingkan yang lain. Namun, saat SMP dan SMA mulai ciut nyali. Mungkin karena sudah berhadapan dengan orang-orang cerdas lainnya. Yang penting masih masuk di 5 besar dan nilai masih aman ya, patut bersyukur. Aku juga sempat mengikuti kursus bahasa Inggris saat SD dan SMP, hasilnya ya masih saja burank (buru rangking), lumayanlah ya masih bermain di posisi satu dan dua hehe. Seru juga kalau pakai sistem buru rangking, tapi ini berlaku gak ya saat kuliah?


Bagaimana dengan kuliah? Aku banyak bertemu teman-teman daerah lain yang mempunyai banyak perbedaan: karakter, budaya, kebiasaan, attitude dan lain-lain. Mayoritas dari mereka adalah orang-orang pintar dan cerdas, aku merasa seperti orang yang biasa saja, mungkin saat itu aku sudah mulai menyadari diri bahwa aku tidak ada apa-apanya dibanding mereka. Tapi tetap saja kebiasaan bureng masih berlaku di hidupku. Sejak awal semester, aku berusaha agar nilaiku selalu bagus, Alhamdulillah hingga semester akhir nilaiku selalu baik. Bahkan aku bisa lulus dengan predikat Cumlaude. Banyak sih yang lebih dari aku, tapi ini patut ku syukuri, artinya aku selalu berusaha lebih baik dari sebelumnya.


Menurutku, kebanggaan dengan nilai atau predikat memang wajar-wajar saja, toh ini semua kita persembahkan untuk orang-orang yang kita sayangi terutama keluarga, agar mereka bangga bahwa anaknya di perantauan benar-benar menimba ilmu dan bisa seperti orang lain yang memiliki predikat baik. Tentunya predikat yang kita miliki saat di dunia, masih belum ada apa-apanya dengan kenikmatan saat mengejar ilmu agama yang tak ada habisnya. Alhamdulillah selama memiliki nilai, peringkat dan predikat yang baik, aku tidak pernah dan tidak akan mau menyombongkan kepada orang lain. Berbangga hati untuk membuktikan kepada keluarga bahwa kita bisa adalah hal yang wajar, tetapi jangan sampai ada kesombongan untuk diperlihatkan di hadapan banyak orang karena itu hal yang sia-sia. Semoga predikat baik di akhirat kelak akan kita dapatkan dibanding predikat selama di dunia, teruslah berjuang dan never stop learning 💙
© WAFER | Blogger Template by Enny Law