Sabtu, Februari 01, 2020

Bangga Dengan Peringkat Satu?

Bismillahđź’™

Seorang anak sekolah dasar (SD) terlihat lebih rajin dari teman-temannya yang lain. Menghabiskan jam istrahat siang dengan belajar, waktu bermainnya kurang dinikmati bahkan badannya sudah tak segemuk saat TK. Yang dilakukan tidak lain dan tidak bukan karena ingin mendapatkan predikat juara 1 di kelas dan mempertahankannya hingga lulus. Yup, itulah aku.

Menjalani sekolah dasar di sekolah yang katanya satu-satunya SD yang berada di dalam hutan, padahal sih bukan hutan tapi memang di sekitar situ masih banyak pohon di tengah pemukiman warga. Saat pertama kali masuk SD, aku ingat sekali saat itu aku tidak mau mengenakan pakaian seragam dan justru ke sekolah dengan pakaian biasa, lucu ya. Tapi mamaku bilang, aku gak diizinkan masuk kelas kalau masih menggunakan pakaian biasa dan hari itu juga aku pulang ganti seragam. Awalnya saja sudah unik, kehidupan SD juga lebih seru dan I enjoyed it so much.

Sejak kecil aku terlihat tomboy dan banyak bergaul dengan laki-laki. Tapi aku tidak mau berteman dengan satu orang laki-laki yang saat itu manjadi saingan berat di kelas. Sekarang justru kami terlihat dekat (sebagai teman ya), karena dia juga sudah menikah dengan sepupuku, wah. Sejak kelas 1 hingga kelas VI, kami tidak saling bertegur sapa, tetapi saat ujian akhir nasional dia mulai menegurku. Mungkin dia melihatku kesusahan menjawab soal, dan menawarkan untuk menukar lembar jawaban yeah. Dari situlah kami mulai saling bertegur. SMP hingga SMA dan bahkan saat dia sudah jadi polisi, kami selalu saling berkomunikasi. Dan sekarang sudah seperti saudara, tak jarang dia mengejekku 'Kapan nikah?' hahaha mentang-mentang dia sudah nikah ya jadi masih saja suka mengejek huuu.


Saat kelulusan SD, saya juga masih terlihat unggul dibandingkan yang lain. Namun, saat SMP dan SMA mulai ciut nyali. Mungkin karena sudah berhadapan dengan orang-orang cerdas lainnya. Yang penting masih masuk di 5 besar dan nilai masih aman ya, patut bersyukur. Aku juga sempat mengikuti kursus bahasa Inggris saat SD dan SMP, hasilnya ya masih saja burank (buru rangking), lumayanlah ya masih bermain di posisi satu dan dua hehe. Seru juga kalau pakai sistem buru rangking, tapi ini berlaku gak ya saat kuliah?


Bagaimana dengan kuliah? Aku banyak bertemu teman-teman daerah lain yang mempunyai banyak perbedaan: karakter, budaya, kebiasaan, attitude dan lain-lain. Mayoritas dari mereka adalah orang-orang pintar dan cerdas, aku merasa seperti orang yang biasa saja, mungkin saat itu aku sudah mulai menyadari diri bahwa aku tidak ada apa-apanya dibanding mereka. Tapi tetap saja kebiasaan bureng masih berlaku di hidupku. Sejak awal semester, aku berusaha agar nilaiku selalu bagus, Alhamdulillah hingga semester akhir nilaiku selalu baik. Bahkan aku bisa lulus dengan predikat Cumlaude. Banyak sih yang lebih dari aku, tapi ini patut ku syukuri, artinya aku selalu berusaha lebih baik dari sebelumnya.


Menurutku, kebanggaan dengan nilai atau predikat memang wajar-wajar saja, toh ini semua kita persembahkan untuk orang-orang yang kita sayangi terutama keluarga, agar mereka bangga bahwa anaknya di perantauan benar-benar menimba ilmu dan bisa seperti orang lain yang memiliki predikat baik. Tentunya predikat yang kita miliki saat di dunia, masih belum ada apa-apanya dengan kenikmatan saat mengejar ilmu agama yang tak ada habisnya. Alhamdulillah selama memiliki nilai, peringkat dan predikat yang baik, aku tidak pernah dan tidak akan mau menyombongkan kepada orang lain. Berbangga hati untuk membuktikan kepada keluarga bahwa kita bisa adalah hal yang wajar, tetapi jangan sampai ada kesombongan untuk diperlihatkan di hadapan banyak orang karena itu hal yang sia-sia. Semoga predikat baik di akhirat kelak akan kita dapatkan dibanding predikat selama di dunia, teruslah berjuang dan never stop learning đź’™

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

© WAFER | Blogger Template by Enny Law