Senin, Juni 03, 2019

Obat Harapan #SharingIlmu


29 Ramadhan 1440H (2 Juni 2019)
Ta'lim Ba'da Isya
Ust. Saiful Yusuf, Lc.  MA
πŸ“ Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq

Ar-Roja (Harapan)
Obat Harapan dan Sebab-Sebab yang bisa melahirkan Ar-Roja


Dalam penerapan Ar-Roja', terdapat 2 jenis kondisi manusia;
1. Orang yang telah sampai pada tingkatan putus asa, sampai-sampai dia telah meninggalkan semua ibadah.
2. Orang yang memiliki rasa takut yang terlalu besar, kekhawatiran yang sangat besar, sampai-sampai membawa mudharat kepada dirinya dan keluarganya.

Orang-orang yang ahli maksiat yang tertipu dan berangan-angan untuk mendapat ampunan, namun tidak melakukan ketaatan maka bukan diobati oleh Ar-Roja (harapan) namun diobati dengan menanamkan khauf (sisi takut kepada Allah) agar meninggalkan maksiat.

Hendaklah orang-orang yang ingin memberi nasehat bisa mengetahui obat yang tepat yang akan diberikan kepada masyarakat, apakah dengan Ar-Roja atau Khauf. 

Ada 3 ilmu yang dimiliki pemberi nasehat:
1. Ilmu tenaga apa yang akan disampaikan
2. Ilmu tentang keadaan orang yang akan dinasehati
3. Ilmu tentang bagaimana cara menyampaikan ilmu agama kepada orang-orang yang memiliki sifat berbeda-beda.

Masyarakat sekarang harus dipertebal sisi khaufnya (dalil ancaman) agar semakin dekat dengan Allah. Juga Roja'nya harus berdampingan. Rasa takut dan harapan yang seimbang.
Ali bin abu Thalib: Orang yang alim (berilmu) adalah orang yang tidak membuat masyarakat putus asa dari rahmat Allah, juga tidak membuat rasa aman dari azab Allah.

Semua ciptaan Allah mempunyai hikmah dan terdapat kasih sayang Allah di dalamnya. Kita mempelajari dan mengambil hikmah dari setiap kejadian (i'tiba). Allah SWT tidak mungkin mencelakakan makhluk-Nya  di akhirat, maka pelajarilah ilmu dan banyaklah bersyukur.

Harapan (pengampunan):
Az-Zumar ayat 53 tentang pengampunan:
Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Asy-Syuro ayatayat 5:
Hampir saja langit itu pecah dari sebelah atas (karena kebesaran Tuhan) dan malaikat-malaikat bertasbih serta memuji Tuhan-nya dan memohonkan ampun bagi orang-orang yang ada di bumi. Ingatlah, bahwa sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pengampun lagi Penyayang.

Ancaman (Neraka)
Az-Zumar ayat 16:
Bagi mereka lapisan-lapisan dari api di atas mereka dan di bawah merekapun lapisan-lapisan (dari api). Demikianlah Allah mempertakuti hamba-hamba-Nya dengan azab itu. Maka bertakwalah kepada-Ku hai hamba-hamba-Ku.


Semoga Allah memberi kita taufik untuk menjadi hamba yang tidak berputus asa dari luasnya rahmat dan ampunan Allah πŸ™πŸ’™

Minggu, Juni 02, 2019

Memandang Musibah sebagai Nikmat #SharingIlmu


28 Ramadhan 1440H (1 Juni 2019)
Ta'lim Ba'da Isya
Ust. Saiful Yusuf, Lc.  MA
πŸ“ Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq

Memandang Musibah sebagai Nikmat


Maka semua musibah yang manusia mampu keluar darinya maka dia tidak diperintahkan untuk bersabar dalam masalah tersebut. Ada jalan keluar dari musibah. Dia mampu mencari sebab-sebab.

Sesungguhnya kita diperintahkan untuk bersabar dalam musibah-misibah yang kita tidak bisa keluar dari musibah tersebut. Kesabaran dalam dunia ini kembali kepada musibah yang bersifat mutlak, satu sisi bisa sebagai musibah dan di sisi lain adalah sebuah nikmat. Sehingga dapat berkumpul sabar dan syukur dalam satu keadaan yang sama.
Misal, kekayaan bisa menjadi sebab binasanya seseorang. Di satu sisi menjadi sesuatu yang kita inginkan (nikmat), dan di sisi lain menciptakan hasad dari orang lain (musibah).

Semua nikmat dari nikmat-nikmat dunia bisa menjadi musibah.
* Ketidaktahuan kita tentang ajaran kita, misal ketidaktahuan tentang kematian.
* Ketidaktahuan kita akan ketidaksenangan orang terhadap kita.
* Ketidaktahuan kita terhadap hari kiamat.
* Ketidaktahuan kita terhadap lailatul qadar.
* Ketidaktahuan kita terhadap waktu mustajab.
Ketidaktahuan juga menjadi nikmat, sebab kita akan selalu berusaha untuk melakukan kebaikan kapan pun, tanpa mengenal waktu yang tepat. Ketidaktahuan yang mendatangkan kebaikan. Ini adalah nikmat Allah dalam ketidaktahuan kita.

Dalam setiap yang Allah ciptakan terdapat kenikmatan, bahkan sakit pun bisa menjadi nikmat, nikmat bagi yang sakit untuk berusaha dan nikmat bagi orang lain untuk selalu berhati-hati.

Musibah, kemiskinan, rasa sakit, rasa takut mengandung 5 perkara yang seharusnya orang berakal menjadi bergembira dan bersyukur.
1.Setiap musibah yang kita dapatkan itu ada musibah yang lebih berat dari pada itu yang menimpa kita. Kesyukurannya, kita tidak ditimpa penyakit atau kecelakaan yang seperti orang lain yang lebih berat. Karena kekuasaan Allah tidak terhingga, maka bersyukur lah Allah
2. Mendapatkan musibah dunia, bukan musibah yang menimpa agama, iman kita.
Tidaklah saya tertimpa musibah (Umar bin Khattab)
- musibah tidak menimpa agama, iman
- musibahnya tidak lebih berat dari itu
- masih bisa ridho takdir musibah yang Allah berikan ke kita
- karena saya mengharapkan pahala dalam musibah tersebut.
Musibah dunia ditunda sampai di akhirat nanti. Naudzubillah.
3. Setiap musibah adalah penghapus dosa
4. Semua musibah-musibah sudah tertulis di Al Lauhul Mahfuz. Dan jika sudah selesai, maka bersyukurlah.
5.Pahala musibah lebih besar dari musibah yang kita terima.


Ketika mendapatkan musibah, tetaplah berprasangka baik kepada Allah. Karena ada nikmat yang lebih luas dari musibah tersebut. Dan kita akan bersyukur  saat melihat pahala sebesar-besarnya saat di akhirat kelak πŸ™πŸ’™

Sabtu, Juni 01, 2019

Mensyukuri Setiap Nikmat #SharingIlmu


27 Ramadhan
Ta'lim Ba'da Subuh
Ust. Saiful Yusuf, Lc.  MA
πŸ“ Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq

Mensyukuri Setiap Nikmat


Ketahuilah bahwasannya, tidaklah ciptaan Allah tidak mampu mensyukuri nikmat Allah kecuali disebabkan oleh kebodohan dan kelalaiannya. Dan kita tidak bisa membayangkan kesyukuran setelah dia mengetahui bahwa itu adalah nikmat.

Bagaimana menggunakan nikmat sesuai dengan hikmah di balik itu, yaitu dalam ketaaatan kepada Allah. Adapun kelalalian dari nikmat adalah tidak menganggap semua ciptaan Allah SWT sebagai sebuah nikmat. Misal nikmat udara, nikmat matahari.

Orang akan merasakan saat nikmatnya pergi tapi ketika nikmat itu ada, ia melupakan. Ini adalah kebodohan yang sangat, karena kesyukuran yang mereka nanti ada setelah nikmat dicabut. Misal saat orang menjadi buta, barulah ia merasakan nikmat melihat dan apabila penglihatannya dikembalikan maka tingkat kesyukuran sangat besar. 

Seorang pernah mengeluhkan pada sebagian ahli hikmah: maukah kamu dibutakan oleh Allah dan engkau diberikan uang. Dan kemudian dia menolaknya. Maukah kamu jadi tuli dan diberi uang? Tentu tidak. Maukah kamu dipotong tangan dan kaki dan diberi uang? Tetap dia menolak. Maka bersyukur saat memiliki anggota tubuh yang tidak bisa diganti oleh uang.

Maka apa artinya sesuatu yang banyak kelihatannya padahal segelas air justru lebih berharga. Silahkan pelajari kisah Harun Al-Rasyid dan nikmat (segelas) air πŸ’™

Diantara nikmat yang besar adalah akal. Misalnya melalui orang gila, kita bisa merasakan nikmat akal. Sifat-sifat yang mulia juga termasuk nikmat yaitu akhlak.

Apabila salah seorang dari kalian melihat orang yang dilebihkan nikmatnya, Rasulullah bersabda dalam HR. Muslim "jika salah satu dari kalian melihat orang yang dilebihkan harta dan bentuknya dari padanya, hendaknya ia melihat orang yang di bawahnya”.


Kadang kala kita membandingkan nikmat kecil dengan yg besar, sampai kita lupa berapa berharganya harta yang ada.  Semoga kita termasuk orang-orang yang mencintai nikmat Allah dan selalu bersyukur atas segala sesuatu πŸ™πŸ’™

© WAFER | Blogger Template by Enny Law